Warna-warni Imajinasi

>> Sabtu, 28 Februari 2009

Ini salah satu episode favoritku. Suatu hari, Spongebob Squarepants menerima satu paket yang dibungkus dus besar. Dia melonjak kegirangan. Sobatnya, Patrick, juga ikut gembira. Demi melihat keduanya, Squidward seperti biasa merasa kurang senang. Paket dibuka. Isinya satu buah televisi berwarna ukuran besar. Spongebob memang memesannya. Squidward heran, bagaimana Spongebob bisa membeli TV besar itu? Lebih heran lagi, ternyata Spongebob tak butuh TV-nya, tetapi justru mengambil dus/kotak pembungkusnya! TV-nya diberikan kepada Squidward. Kenapa? Dengan ringan Spongebob menjawab: aku tak butuh TV-nya, karena aku sudah punya imajinasi. (sejenak ada gambar pelangi melingkupi wajah kotak berwarna kuning itu). Dengan kardus pembungkus TV itu, Spongebob dan Patrick bermain dengan serunya, lebih seru dan asyik dibanding menonton TV. Belakangan Squidward pun tergoda untuk bermain di dalam kardus TV itu.

Serial Spongebob memang acapkali menyuguhkan narasi yang mengejutkan. Sulit dibayangkan bahwa pencipta karakter unik itu, Stephen Hillenburg, awalnya adalah seorang guru biologi kelautan. Namun dia juga menyukai animasi, bidang yang barangkali tak ada kaitannya dengan profesi sebagai guru. Mungkin ini yang dimaksudkan oleh daniel pink dalam a whole new mind sebagai six sense, kemampuan memadukan berbagai hal yang sepertinya tidak berhubungan: mengajar biologi dan membuat animasi. Banyak perusahaan di amerika kini getol memberi perhatian pada six sense ini. Konon di perusahaan besar seperti 3m, xerox, bahkan di nasa, para eksekutifnya mendapat pelajaran khusus story telling, bercerita. Ya, kemampuan bercerita adalah salah satu dari six sense yang menurut daniel pink diturunkan oleh kemampuan otak kanan manusia, right directed aptitude.

Menyimak penuturan jeffrey l. cruikshank dalam the apple way, kita tahu betapa imajinasi telah menyelamatkan apple corps. dari (beberapa kali) situasi sulit. Kemampuan steve job berpikir menerobos sekat kaku desain produk melahirkan produk-produk inspiratif mulai dari imac, ipod, iphone (yang paling aduhai inspiratif tentu logo apelnya itu). Aku jadi berpikir, berapa banyak engineer (itb terutama) punya kemampuan seperti itu? Apakah pendidikan (teknologi) kita juga meliputi pelajaran melatih sisi imajinatif? Ah, terlalu berlebihan barangkali kalau aku membayangkan ada mkdu story telling di kampus ganesha 10 itu…

(Tahukah kamu, pagi yang bergairah dimulai dari bikini bottom…)

Baca selengkapnya...

Perihal Tembakau

>> Rabu, 18 Februari 2009

Ada yang menggembirakanku sebulan terakhir ini. Yuan, temanku yang ganteng itu, bertekad berhenti merokok. Beberapa hari lalu, supri, temanku yang kribo itu, mendeklarasikan diri sudah 3 tahun berhenti merokok. Kebetulan kami bertiga dulu adalah anggota presidium studi teater mahasiswa itb, unit kesenian yang secara tidak resmi menjadi promotor kebiasaan buruk merokok itu. Syukurlah, pada akhirnya kami, the three musketeers, bisa bersatu kembali untuk menolak menambah tebal pundi-pundi kekayaan para raja industri rokok.

Berkata tidak pada rokok memang tidak gampang. Siapa yang tahan bila reptilian brain dijejali rayuan iklan provokatif serba menonjolkan kejantanan, keberanian dan cita rasa tinggi. Siapa yang tidak tergoda oleh citra (semu) yang ditawarkan justru di masa belia saat sedang membentuk jati diri. Dan kita semua tahu, sekali tergoda dan menyerahkan pembentukan jati diri pada citra semu itu, bisa-bisa seumur hidup kita jadi pabrik asap bagi korporasi candu itu.

Repotnya, di sisi lain kampanye anti-rokok tersaji sangat tidak menarik, tidak kreatif, dan monoton. Selalu menonjolkan ribuan zat berbahaya yang terkandung dalam asap rokok. Siapa takut. Bahkan peringatan bahaya serangan jantung, impotensi, dan kanker pun jelas tidak membuat goyah. Apalagi fatwa ataupun perda. Tanpa mengecilkan perjuangan mas imam prasodjo dan kawan-kawan yang mendesak pemerintah meratifikasi konvensi pengendalian tembakau, pertempuran sesungguhnya melawan nikotin bukan di gedung parlemen atau ruang publik, tetapi di limbic system kepala manusia. Yang dibutuhkan adalah kampanye dan iklan yang tak kalah kreatif, provokatif dan mampu meruntuhkan citra dari kebiasaan buruk itu. Ayo, kita mulai…


Skenario satu:

Seorang laki-laki paruh baya berjalan gontai masuk ke rumahnya. Wajahnya kusut masai seperti menanggung beban yang sangat berat. Dihempaskan badannya di sofa. Berbagai persoalan di tempat kerja menghimpitnya, membuat semestanya seakan mengkerut membuatnya sesak. Ditatapnya photo keluarga yang tertempel di dinding tak jauh dari tempatnya duduk. Dia, istri dan ketiga anaknya. Karena merekalah dia mampu bertahan. Untuk mereka lah semua jerih payah ini.

Dalam gundah, diambilnya satu batang rokok dari saku baju. Asap tebal mulai mengambang di udara membuat anak bungsunya yang tengah bermain tak jauh dari situ menatapnya dengan wajahnya polos penuh tanda tanya. Dengan suara jernih namun tanpa daya, anak itu bertanya dalam hati:”ayah, nggak kasihan sama adik ya?”. Kemudian muncul tulisan dan narasi di bagian bawah layar: Jangan kotori perjuangan anda dengan kebiasaan buruk ini. Selesai.

Aku berharap eros djarot berminat memoles cerita di atas menjadi lebih bagus lagi. Bersama saudaranya, slamet rahardjo djarot, mereka kemudian memproduksi iklan layanan masyarakat itu dengan sponsor dari yayasan nurani dunia, komnas ham, dan komnas perlindungan anak. Melalui departemen kesehatan dan departemen komunikasi dan informasi, iklan tersebut wajib ditayangkan oleh semua stasiun televisi pada jam prime time minimal 10 kali sehari, sebagai bentuk kepedulian media terhadap bahaya merokok.

(Halo, mas imam prasodjo dan kawan-kawan, apa bisa di-copy?)


Skenario dua:

Sebuah pesta ulang tahun yang sangat meriah: kue ulang tahun, hadiah, musik ceria, makanan dan minuman berlimpah. Seorang anak laki-kali berusia lima tahun begitu gembira di tengah kedua orang tua yang menyayanginya dan teman-teman sekolah yang ikut larut dalam suasana gembira. Lihatlah anak yang tampan dengan bola mata jernih dan senyum yang mampu meluluhkan hati setiap orang yang melihatnya itu. Orang tua manapun pasti rela melakukan segalanya demi tetap terkembangnya senyum itu.

Suasana menjadi hening sesaat ketika sang ayah menanyakan hadiah apa yang ingin diminta sang anak darinya.
“Apakah ayah berjanji akan mengabulkan permintaanku?” tanya sang anak.
“Tentu saja, sayang.” Jawab sang ayah pasti.
“Janji?” sang anak ingin diyakinkan.
“Katakan saja, ayah pasti mengabulkannya.”sang ayah tak sabar menerima permintaan dari anaknya.

“Aku ingin…..ayah berhenti merokok!” jawab anak itu singkat.

Jika buah hati anda memintanya dari anda, apakah anda mau mengabulkannya? Sebuah permintaan yang tak lain wujud kecintaan sang anak kepada anda, ayahnya. Tak butuh keberanian seorang pendekar. Pun tak perlu pengorbanan kekayaan seorang hartawan. Bahagiakan buah hati anda. Bahagiakan orang-orang di sekitar anda dengan langkah kecil yang sangat berarti: berhenti merokok!

(Katakan padaku, sayangkah anda kepada buah hati anda?)

Baca selengkapnya...

Pengikut

  © Blogger template Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP