Layang-layang Terakhir Amir
>> Minggu, 24 Januari 2010
“Yang terjadi saat menerbangkan layang-layang, pikiranmu melayang bersamanya.”
Bayangkan seorang anak yang menerbangkan layang-layang di hari cerah berangin. Lembaran kertas tipis yang dilukis warna-warni – dibentuk oleh rangka kecil dari bambu yang diraut hati-hati, melayang megah di tengah warna biru bersih, di antara belasan layang-layang lain. Ia akan dengan gampang merasakan sensasi kecil ini: sebentuk representasi yang terbang gagah, terhubung dengannya melalui seutas benang yang terrentang tegang, dengan begitu ia bisa menarik atau mengulur, mengambil jarak seperlunya kapan pun ia mau.
Layang-layang menjadi alegori yang menarik di tangan Khaled Hosseini (KH) dalam Kite Runner (Penerbit Qanita, PT Mizan Pustaka, cet. III Mei 2008, 490 hlm) untuk menjelaskan bagaimana manusia terkait dengan manusia lain dan segala sesuatu di sekitarnya. Amir, tokoh utama kisah ini, seperti umumnya belia
Persahabatan Amir dan Hassan adalah hubungan pertemanan biasa antara dua orang anak dengan kenakalan masa kecil mereka. Kasih sayang antara keduanya tak bisa ditutup-tutupi. Amir senang membacakan buku-buku cerita kepada Hassan yang buta huruf. Saat Amir mulai gemar menulis cerita, Hassanlah penggemar pertamanya. Hassan, dengan keluguan seorang yang tidak mengenyam bangku sekolah, kerap membuat repot Amir dengan pertanyaan-pertanyaan bernas. Simaklah kisah ketika Amir membuat cerita tentang seorang pria yang menemukan cangkir ajaib yang mampu mengubah tetesan air mata menjadi butiran mutiara. Pria miskin itu sampai harus membunuh istri tecintanya demi bisa terus menangis dan mendapat mutiara dari airmatanya. Hassan dengan polos bertanya,”...mengapa pria itu harus membunuh istrinya? Mengapa dia harus merasa sedih untuk mengucurkan air matanya? Bukankah lebih mudah kalau dia menghirup aroma bawang merah?”
Hubungan dua bersahabat itu bukannya tanpa masalah. Sentimen etnis yang tajam sering menempatkan Amir pada posisi yang sulit. Ia seorang Pashtun, etnis mayoritas di
Ketika Soviet melakukan invasi ke
Di kampung halaman keduanya itu, Amir berharap mendapatkan kasih sayang seutuhnya dari Baba, layang-layang ketiganya, tanpa perlu dibayangi kecemburuan. Bagi Baba, Amerika adalah hadiah terakhir yang bisa ia berikan kepada Amir. Bagi Amir, Amerika adalah tempat mengubur kenangan dan melupakan dua layang-layang yang telah lepas dari tangannya. Mungkin keinginan Amir melupakan semua kenangan itu, secara menyedihkan, akan sempurna saat ajal menjemput Baba--pria yang luar biasa cintanya kepada Afghanistan, pria yang sebelum mengungsi keluar dari negeri itu menyempatkan diri membawa sejumput tanahnya. Namun, di saat ketiga layang-layang itu telah putus, Amir justru harus kembali ke
Dari titik inilah KH menempatkan Amir layaknya seorang anak yang harus mengejar layang-layang putusnya. Melalui tokoh Rahim Khan, teman ayahnya sekaligus sahabat masa kecilnya, Amir dihadapkan pada alasan di balik keharusan itu. Hassan telah mati saat Taliban berkuasa di
Sohrab adalah anak Hassan. Secara mengejutkan Amir diberi tahu bahwa Baba, ayahnya, duda kesepian itu pernah ‘mendekati’ istri pembantunya suatu kali, menjadikan Hassan saudara satu ayah dengannya. Dengan kata lain, Sohrab adalah layang-layang sempurna yang mewakili sosok Hassan, Baba, dan tentu saja
****
Kite Runner adalah novel pertama yang melejitkan nama Khaled Hosseini. Pujian dari berbagai media memang pantas dialamatkan kepada karya ini diiringi sukses penjualan yang mencapai jutaan kopi. Namun di balik itu, tidak mudah rasanya membaca novel ini tanpa memikirkannya sedikit ‘politis’. Nama-nama seperti
Barangkali ini yang kemudian memunculkan kritik kepada KH lantaran ketika
KH tidak menyembunyikan keprihatinannya setelah lebih dari dua puluh tahun tidak menginjakkan kaki di
*) Diungkapkan oleh Hamid Karzai dalam wawancara dengan BBC