Menggubris metamorfosis

>> Jumat, 08 Mei 2009


Hati-hati, manusia bisa bermetamorfosis menjadi kutu. Berbeda dengan influenza yang terasa gejalanya, metamorfosis ini sangat sulit dikenali tanda-tandanya. Seorang pria bernama Gregor tahu-tahu sudah berubah menjadi binatang menjijikkan itu ketika bangun dari tidurnya yang gelisah. Masih belum percaya? Baca saja novel pendek Kafka, Metamorfosis, dan bersiaplah menghadapi teror menakutkan itu.

Dalam sebuah seminar motivasi beberapa waktu yang lalu, ada seorang karyawan yang mengeluh betapa ‘hidupnya sangat membosankan’. Mengawali hari dengan bangun tidur tergesa-gesa, mengisinya dengan memeras keringat hingga tak bersisa, dan menutupnya kembali dengan tidur di samping alarm yang begitu berkuasa. Begitu berulang-ulang seperti tak ada pilihan lain yang lebih menarik. Sama dengan yang dialami Gregor di novel Kafka itu. Bekerja 15 tahun tanpa pernah ijin sakit, menjadi tulang punggung keluarga (ayah dan ibu yang sudah renta dan seorang adik perempuan belia) dan diliputi kebosanan yang sama. Sebagai seorang sales person dia harus berhadapan dengan ‘...kutukan perjalanan, khawatir tentang jadwal kereta, makanan yang buruk dan tidak tentu, berhubungan dengan orang yang berbeda setiap saat, dengan demikian kau tidak pernah dapat mengenal siapa pun dengan baik....’

Perjalanan hidup Gregor adalah kisah manusia from hero to zero, dari pahlawan bagi keluarga hingga menjadi orang paling tidak diinginkan bahkan aib di dalam keluarga. Kafka menguliti secara dingin nasib Gregor yang dicampakkan, bahkan berusaha dilenyapkan sebagaimana nasib binatang yang menjijikkan pada umumnya. Menjelang akhir novel Kafka menyudahi kepahitan hidup Gregor dalam sebuah kamar sempit, gelap tapi ‘...ia seperti melihat cahaya di mana-mana di luar jendela...’ Apakah dunia kerja memang semacam kepompong yang mengubah seseorang menjadi bentuk lain tanpa disadari sama sekali?

Tunggu dulu. Beberapa waktu lalu aku membaca kisah Toyotomi Hideyoshi, The Swordless Samurai, di kolom Arvan Pradiansyah di situs web.bisnis.com. Pengabdian seumur hidup Hideyoshi sebagai pelayan Lord Nabunaga seolah dilalui dengan ringan tanpa mengubahnya menjadi sebentuk makhluk buruk. Atau kisah lain di pembuka buku Malcolm Gladwell, Outliers, sedikit banyak menggambarkan bagaimana kerja keras penduduk Roseto, wilayah kecil di Pennsylvania timur, tidak serta merta membawa mereka pada kondisi yang mengkhawatirkan. Bahkan sebaliknya, ‘...Tidak ada kasus bunuh diri, tidak ada penyalahgunaan alkohol, tidak ada kecanduan obat terlarang...’ Gladwell bercerita bagaimana penduduk Roseto ‘...saling berkunjung antara satu dengan yang lain, berhenti untuk mengobrol dalam bahasa italia di jalanan, atau memasak untuk tetangganya di halaman belakang rumahnya...’ Kalau pun penduduk Roseto meninggal, itu karena memang sudah uzur, dan bukan karena menjadi kutu yang tumpas dilibas alas kaki yang gemas.

(bangunlah, dan katakan padaku untuk tidak pernah menyerah...)

0 komentar:

Pengikut

  © Blogger template Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP