Sukses yang tak berdiri sendiri

>> Selasa, 12 Mei 2009


Benarkah ada orang-orang tertentu yang memang diberkati sejak lahir?

Waktu kuliah dulu aku sempat ‘curiga’ dengan fenomena menghilangnya beberapa teman dari ruang kuliah gara-gara terkena DO atau mengundurkan diri dengan berat hati. Padahal mereka adalah para mahasiswa terpilih dari seluruh penjuru tanah air yang kecerdasannya tak perlu diragukan lagi. Dengan nada getir kita sering menyebutnya sebagai seleksi alam. Benarkah? Apakah orang yang tidak mampu secara ekonomi tidak berhak mengenyam pendidikan tinggi? Dengan demikian juga tidak berhak atas sebuah ‘kesuksesan’?

Kesuksesan memang bukan pengertian yang mudah dijelaskan. Anggaplah ia berupa sebuah pencapaian ‘duniawi’ seperti kedudukan, harta benda maupun popularitas. Maka buku berjudul Outliers tulisan Malcolm Gladwell menggambarkan dengan menarik bagaimana kesuksesan itu tidak pernah berdiri sendiri. Orang tidak pernah berjuang dari nol menuju sesuatu, sebagaimana selama ini sering diceritakan dalam kisah-kisah sukses para tokoh. Orang sukses, para outliers, ‘...mereka tanpa kecuali adalah penerima berbagai keuntungan yang tersembunyi, kesempatan yang luar biasa, dan warisan kebudayaan yang membuat mereka bisa belajar dan bekerja keras serta menghadapi dunia ini dalam cara yang tidak bisa dilakukan orang lain.’

Gladwell mengajak kita menilai kesuksesan dengan cara yang lebih rendah hati. Pertama, kesuksesan sebagai ‘keuntungan yang terakumulasi’. Ambil contoh, apakah sebuah kebetulan jika para tokoh di dunia teknologi informasi dilahirkan di tahun yang hampir sama: Bill Gates (Microsoft, 1955), Paul Allen (Microsoft, 1953), Steve Ballmer (Microsoft, 1956), Steve Jobs (Apple, 1955), empat sekawan pendiri Sun Microsystem: Bill Joy (1954), Scott McNealy (1954), Vinod Khosla (1955), Andy Bechtolseim (1955) dan Eric Schmidt (Novell, 1955)? Bukan sebuah kebetulan, karena ketika revolusi komputer pribadi tahun 1975 terjadi, merekalah yang sedang dalam posisi (usia) terbaik untuk mengambil keuntungan dari revolusi itu. Gladwell juga menyorot lebih detil riwayat Gates yang, tanpa mengecilkan kerja kerasnya, bertemu serangkaian kesempatan yang sangat langka. Dalam hal ini Gates sendiri manyatakan,’aku memiliki pengalaman yang lebih baik...dibandingkan orang lain dalam masa yang sama dan semua karena serangkaian peristiwa yang benar-benar menguntungkan bagi diriku.’

Perpaduan antara kaya (Gates anak pengacara kaya raya), cerdas, dan ‘serangkaian peristiwa menguntungkan’ adalah kombinasi yang sangat jarang. Gladwell mengambil contoh seorang genius bernama Chris Langan (IQ 195, bandingkan dengan Einstein yang IQ-nya ‘cuma’150), yang tidak memiliki kombinasi langka itu, harus gagal meraih gelar sarjana karena keluarganya yang miskin dan berantakan dan kini cukup puas dengan ‘sebuah peternakan kuda yang sedikit rusak di utara Missouri’. Meskipun pembahasan mengenai IQ ini terasa sedikit ‘kuno’, namun Gladwell menyajikan beberapa penelitian tentang IQ yang cukup menarik untuk disimak. Misalnya penelitian Lewis Terman yang mengumpulkan ribuan anak ber-IQ di atas 140 dan mengamati perkembangan mereka hingga dewasa. Di akhir pengamatan, Terman mendapati fakta yang menyedihkan: anak-anak genius dari keluarga kurang mampu gagal meraih kesuksesan dalam hidupnya.

Di bagian kedua bukunya, Gladwell mengungkap pengaruh budaya pada kinerja seseorang (dengan demikian juga kesempatan untuk meraih sukses) melalui cerita yang unik, salah satunya teori etnik mengenai jatuhnya pesawat. Banyak kecelakaan pesawat terbang terjadi karena ko-pilot merasa sungkan untuk mengingatkan pilot pada situasi darurat. Dan itu terjadi pada awak pesawat di negara dengan Power Distance Index yang tinggi, yaitu negara yang masih menganggap hirarki kekuasaan sebagai hal yang ‘terlalu penting’, termasuk rasa sungkan bawahan untuk mengingatkan atasan. Pada bagian ini Gladwell juga bercerita bagaimana orang berupaya mengatasi ‘pengaruh budaya’ yang kurang relevan dengan dunia kerja.

Pada akhirnya Gladwell menyimpulkan bahwa kesuksesan adalah hadiah. ‘Outliers adalah mereka yang telah diberikan serangkaian kesempatan dan mereka yang memiliki kekuatan dan kegigihan untuk meraihnya.’ Mungkin benar bahwa ada sebagian orang yang memang diberkati sejak lahir berupa kejeniusan. Itu sesuatu yang tidak bisa dinegosiasikan. Tetapi kesempatan untuk semua orang adalah hal yang bisa diusahakan. Sebagaimana Gladwell menulis (hemm...ini bagian yang aku suka): ‘untuk membangun dunia yang lebih baik, kita harus menggantikan serangkaian keberuntungan dan kelebihan yang hari ini menjadi penentu kesuksesan ....dengan masyarakat yang memberikan kesempatan untuk semuanya...’

(kamu setuju?)

0 komentar:

Pengikut

  © Blogger template Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP