Sim Sala Blink!

>> Jumat, 05 Juni 2009

Rankin Fitch sedang dalam perjalanannya yang pertama di New Orleans dengan taxi. Dia melihat seuntai rosario menggantung di spion atas kemudi, sebuah photo wanita tua di dekat speedometer, dan selembar kartu parkir rumah sakit. Kepada sopir taxi yang tidak dikenalnya itu, Fitch menanyakan kabar ibunda sang sopir. Setengah heran, sang sopir bertanya,’bagaimana kamu tahu kalau ibuku sakit?’. Fitch kemudian menyambung,’ya, kamu baru saja menjemputnya dari rumah sakit. Istrimu sebenarnya ingin menitipkan ibumu di panti jompo tetapi kamu merasa bersalah karena bertentangan dengan keyakinan kristen. Menurutku, sebaiknya kamu pertimbangkan saran istrimu itu.’



Peristiwa tadi adalah sepenggal adegan di film Runaway Juri (2004), adaptasi novel John Grisham dan digarap oleh Gary Fleder. Bagaimana Fitch, diperankan dengan bagus oleh Gene Hackman, seperti tahu banyak mengenai kehidupan sopir taxi itu hanya dengan melihat beberapa benda di dalam taxinya? Itu yang disebut snap judgement (kesimpulan cepat), topik menarik yang dibahas Malcolm Gladwell di buku berjudul Blink (PT Gramedia PU, 2007). Ada banyak orang mempunyai kemampuan seperti itu, sebuah kemampuan membuat kesimpulan tepat berdasarkan ‘sedikit informasi’. Benarkah hanya dengan sedikit informasi? Apakah hanya orang-orang tertentu yang bisa melakukannya?

Gladwell memulai pembahasannya tentang Blink dengan mengungkap sumber kemampuan membuat kesimpulan cepat, yaitu bagian otak bernama bawah sadar adaptif (adaptive unconscious), yang merujuk pada buku Strangers to Ourselves, Timothy D. Wilson. Di salah satu situsnya, Wilson menjelaskan pengertian yang sering dikaitkan dengan Sigmund Freud ini: ‘...Freud’s view of an infantile, primitive unconscious has proved to be far too limited; the unconscious is much more sophisticated and powerful than he imagined. Humans possess a powerful set of psychological processes that are critical for survival and operate behind the conscious mental scene..’ Lebih lanjut Wilson mengatakan bahwa otak kita sebenarnya bolak balik bekerja dalam modus pikir sadar dan bawah sadar tergantung situasi. Dalam situasi bawah sadar itulah kesan sesaat dan kesimpulan spontan mengejawantah, misalnya saja ketika kita bertemu seseorang atau melihat benda tertentu pertama kali.

Dari awal Gladwell sudah menggarisbawahi bahwa kesimpulan cepat itu bisa lebih baik dibanding kesimpulan hati-hati yang direnungkan lama sekali. Bahkan kemampuan mengambil kesimpulan cepat itu bisa dilatih dan dikendalikan. Dalam buku ini berlimpah contoh yang dipaparkan Gladwell dengan menarik untuk mendukung pernyataannya. Misalnya saja Vic Braden, seorang pelatih tenis kelas dunia yang bisa menyimpulkan dengan cepat dan tepat kapan seorang pemain akan melakukan double fault, sesuatu yang sangat jarang terjadi di pertandingan tenis profesional. Hanya dengan melihat bagaimana seorang pemain memantulkan bola, melambungkan ke udara, menarik raket, dan sebelum raket menyentuh bola –blink!—Braden bisa menebak apakah pemain itu melakukan double fault!

Braden sendiri tidak bisa menjelaskan bagaimana keahlian seperti itu bisa dia miliki. Gladwell mencoba memaparkan bagaimana orang-orang seperti Braden mampu membuat kesimpulan cepat melalui sebuah pemahaman yang disebut teori cuplikan tipis (thin slicing). Dia bercerita tentang penelitian Gottman atas ribuan pasangan suami istri. Dengan melihat ribuan video percakapan pasangan-pasangan itu, Gottman menemukan bahwa pada tiap perkawinan ada sebuah pola yang khas, semacam DNA perkawinan. Secuil saja pemahaman mengenai pola ini, sudah cukup bagi Gottman untuk bisa ‘meramalkan’ pasangan mana yang akan bertahan sebagai suami istri setelah lima belas tahun berumah tangga. Menurut Gladwell, bawah sadar yang melakukan cuplikan tipis sama dengan Gottman mencuplik pola sebuah hubungan perkawinan. Untuk memperkuat argumennya, Gladwell melampiri pemikirannya dengan beberapa contoh lagi dari berbagai bidang, seperti kedokteran, militer, pemasaran, dan entertainment.

Namun satu hal yang tak bisa dihindari bahwa kesimpulan cepat juga mempunyai sisi gelap. Gladwell mencontohkan bagaimana rakyat Amerika pernah ‘salah’ memilih presiden hanya karena melihat penampilannya yang rupawan. Juga bagaimana kita sering keliru menaksir kemampuan seseorang karena melihat warna kulit atau jenis kelaminnya. Tak bisa dihindari, snap judgement juga dipengaruhi oleh prasangka, perasaan suka-tak suka dan stereotypes. Berkaitan dengan ini Gladwell mengatakan ‘ ...kita dapat mengubah cara kita membuat cuplikan tipis dengan mengubah pengalaman yang berpengaruh terhadap kesan-kesan tersebut.’ Dengan kata lain, kemampuan kita membuat kesimpulan cepat itu bisa diperbaiki, dilatih dan disempurnakan. Kalau dicermati, contoh-contoh metode cuplikan tipis yang berhasil semuanya dilakukan oleh para experts, apakah itu ahli cicip makanan, pengamat seni, pegawai museum, produser musik, ataupun dokter. Sampai di sini mungkin pemaparan Gladwell jadi ‘kurang mengejutkan’. Kepiawaian membuat cuplikan tipis oleh bawah sadar itu tak bisa dilepaskan dari kemampuan sadar. Ia bersifat melengkapi.

Buku ini, sebagaimana pemikiran Gladwell yang lain, tak sepi dari pembicaraan dan kritik. Salah satunya datang dari Michael R. LeGault yang menyoroti argumen blink yang seakan mereduksi pentingnya kemampuan manusia untuk think. LeGault menerbitkan buku dengan judul provokatif Think, Why Crucial Decisions Can’t Be Made in the Blink of an Eye (terjemahannya ada di google books) -- menjadikan buku Gladwell ini makin menarik untuk disimak. Apalagi disampaikan dengan gaya yang akan memaksa kita untuk terus membacanya, penuh dengan kisah unik penambah wawasan dan boleh jadi mengusik rasa penasaran kita juga. Bahwa di tengah banjir informasi seperti sekarang ini, kemampuan membuat cuplikan tipis bisa memberikan perbedaan yang sangat besar.
(Tertarik untuk menguasai ‘jurus maut’ ini?)

1 komentar:

papilon 21 Juni 2009 pukul 20.45  

Sangat sulit di aplikasikan pada kehidupan sehari hari bagi orang biasa seperti saya. Ketika seseorang memberikan informasi yang sedikit, saya malah salah paham. Kesimpulan jadi salah. Dan memicu emosi. Sisi gelap yang lain.
Jika saja bisa dipelajari jurus maut itu. Saya bisa meraih jaman damai saya selamanya.

Pengikut

  © Blogger template Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP