Setelah Penyesalan Kariso...

>> Kamis, 09 Juli 2009

Usianya masih muda, 32 tahun. Semangatnya untuk menghirup manisnya hidup barangkali sedang di titik kulminasi. Istri dan anaknya yang berusia 4 tahun memompa semangat hidupnya hari ke hari. Seperti pagi itu, ketika Kariso mengisi botol-botol kosong dengan bensin di kios sederhananya di Kecamatan Sawangan, Depok. Tak ada yang menyangka, ketergantungannya pada nikotin menjadikan hari cerah akhir Juni lalu menjadi hari naas baginya. Kios bensinnya meledak, menewaskan istri dan anak tercintanya. Kariso selamat dengan luka bakar parah. Tapi luka menganga di hatinya lebih parah lagi: penyesalan itu tidak akan tersembuhkan sampai kapan pun.

Sedih harus mengetahui nasib Kariso. Lebih sedih lagi harus melihat kekalahan Indonesia menghadapi bisnis nikotin! Seperti dituliskan Kartono Mohamad di Kompas 27 Juni 2009. Mari, aku ingatkan kamu pada artikel itu. Ketika jumlah perokok di AS turun drastis dari 46 persen (1950) ke 21 persen (2004) dari penduduk AS, perusahaan rokok AS mencari pasar di luar AS termasuk Asia. Dengan senjata GATT, AS merayu negara-negara padat penduduk untuk menerima racun berasap itu. Salah satunya Indonesia. Diantara 4 negara yang dibujuk, hanya Thailand yang berani menolak dengan alasan melindungi kesehatan rakyat. Indonesia menyerah tanpa syarat!

Dengan senjata GATT juga Indonesia berusaha memasukkan produk rokoknya ke AS. Sayangnya AS, terutama setelah Obama menandatangani UU bernama Family Smoking Protection and Tobacco Control Act, menolak menerima produk itu. Apalagi setelah FDA makin garang menghadapi rokok dengan melarang penggunaan kata mild, light, low tar dan melarang penambahan rasa (termasuk cengkeh) ke dalam rokok. Bahkan pengadilan tinggi Washington DC mengatakan pabrik rokok telah melakukan pembohongan publik dengan menggunakan kata-kata mild, light, low tar itu. Dalam hal ini, Indonesia kalah lagi.

Menjadi lebih parah, ketika negara-negara lain sepakat membatasi bisnis madat ini, Indonesia justru ragu-ragu, bahkan cenderung membiarkan industri rokok berkembang dibanding memberi perhatian pada kesehatan rakyatnya. Buktinya, pemerintah menolak menandatangi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) dari WHO. Sungguh ironis, setelah Sampoerna dibeli oleh Philip Morris dan Bentoel dibeli oleh BAT, yang tersisa adalah penyakit dan kemiskinan yang menggerogoti rakyat Indonesia.

Penyesalan Kariso, dan jutaan rakyak miskin yang diperbudak nikotin, tidakkah cukup?

0 komentar:

Pengikut

  © Blogger template Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP